Ramadhan, New Normal dan Kesalehan Sosial
Oleh : Dr. Any Ismayawati, SH, M.Hum
Bulan Ramadhan selalu dinanti, karena ramadhan adalah bulan yang penuh kerbekahan, banyak kemuliaan yang bisa didapatkan, banyak pahala yang ditawarkan. Menjadi hal yang jamak ketika umat muslim berloma-lomba mencari keberkahan di bulan yang penuh rahmah. Harus dipahami terlebih dahulu bahwa ibadah di bulan Ramadhan, sedikitnya ada dua dimensi yang harus dicapai, yaitu dimensi individual (kesalehan individual) dan dimensi sosial (kesalehan sosial). Dimensi individual berkaitan dengan hubungan vertikal seseorang secara langsung dengan Allah SWT. Dimensi individual dapat diwujudkan dengan menjauhi segala larangan Allah SWT, serta menjalankan semua ibadah wajib maupun sunah secara optimal.
Dimensi sosial (kasalehan sosial) berkaitan dengan hubungan seseorang dengan orang lainnya. Di bulan Ramadhan dimensi sosial dapat diwujudkan antara lain dengan menjalankan ibadah puasa. Melalui puasa kita dilatih untuk bisa merasakan dan memahami penderitaan orang lain sehingga timbul kepedulian dan empati pada sesama. Selanjutnya Allah SWT memerintahkan untuk membantu penderitaan orang lain dengan memberi “bonus” pahala yang berlipat ganda bagi orang yang banyak berderma di bulan yang penuh berkah ini. Bahkan diujung puasa diperintahkan untuk memberikan zakat fitrah pada fakir miskin. Perintah tersebut memperjelas bahwa ibadah di bulan Ramadhan sarat dengan perintah Allah yang lebih pada ranah dimensi sosial atau untuk membentuk kesalehan sosial.
Meskipun ibadah di bulan Ramadhan mempunyai dua dimensi, akan tetapi kedua dimensi tersebut tidak untuk saling dipertentangkan, tetapi untuk diwujudkan keduanya tanpa harus mengalahkan satu dengan yang lainnya. Hanya saja orang-orang lebih mengutamakan ritual dalam beribadah yang menjurus pada dimensi individual dengan mengabaikan dimensi sosial. Hal tersebut menjadi permasalahan di masa pandemi sekarang ini.
Aturan New Normal yang diberlakukan sekarang ini adalah salah satu bentuk kebijakan pemerintah, wujud kepedulian sebagai pihak yang bertanggung jawab pada kepentingan bangsa. Efektivitas atau keberhasilan suatu kebijakan/peraturan tidak hanya bersandarkan pada peratuannya itu sendiri (substansi), melainkan membutuhkan dukungan dari struktur (lembaga dan aparat) serta kultur (budaya dan kesadaran hukum masyarakat). Berdasarkan hal tersebut, maka dukungan masyarakat untuk mematuhi ketentuan New Normal menjadi sangat penting, agar bangsa ini segera keluar dari cengkeraman covid-19.
Dukungan dan kepatuhan masyarakat pada ketentuan New Normal juga tetap berlaku/dibutuhkan ketika menjalankan ibadah di bulan Ramadhan. Menerapkan protokol kesehatan pada saat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan mendasarkan pada perintah Rasulullah dalam hadist sebagai berikut "Janganlah yang sakit dicampurbaurkan dengan yang sehat." (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah). Pada prinsipnya Rasulullah memerintahkan agar melakukan isolasi bagi yang sedang sakit. Tujuan adalah agar penyakit tersebut tidak menjangkiti kepada yang lain, sehingga penyebaran/penularan penyakit dapat dicegah dan diminimalisasi. Perintah Rasulullah tersebut pada masa sekarang dapat dianalogikan sebagai sosial distance, yaitu menjauhi kerumunan, menjaga jarak, dan sebaiknya di rumah saja.
Sampai saat ini Sosial distance harus tetap dilakukan agar dapat memutus rantai penyebaran wabah Covid-19. Berkaitan dengan hal tersebut maka dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan harus tetap menerapkan/patuh dengan ketentuan New Normal. Dalam beribadah jangan sampai hanya mementingkan kesalehan individual yang ujungnya menafikkan kesalehan sosial. Melaksanakan ketentuan new normal merupakan bentuk kesalehan sosial karena tujuan new normal adalah untuk kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan umat. Semoga kita termasuk umat yang dapat menjalankan ibadah di bulan ramadhan ini secara khusyu` dengan mencapai kesalehan induvidual dan dapat pula melakukan ibadah yang dapat mewujudkan kesalehan sosial.