Puasa : Miniatur Keseimbangan Kehidupan
Oleh Dr. Nor Hadi., SE., M.Si., Akt., CA., CRA., CRP.
Ramadhan adalah karunia dari Allah SWT yang diberikan umat Muhammad SAW, yang di dalamnya memberi kesempatan bagi umat muslim untuk memperoleh pahala yang besarnya underfined (tidak terdefinisi). Namun sayang, kesempatan besar tersebut belum tertangkap secara maksimal oleh para kaum muslimin. Bukan berarti kaum muslim tidak mengerti dan memahami tentang hal itu, namun akibat kurangnya kesadaran kaum muslimin potensi Ramadhan tersebut belum tertangkap secara maksimal. Akibatnya, ibadah di bulan Ramadhan menjadi kurang greget. Pada hal, sebagaimana yang telah diberitakan oleh Allah dalam Kitab-Nya tujuan akhir yang ingin diraih dari perintah puasa adalah takwa kepada Allah.
Catatan penting yang harus diketahui untuk kita semua bahwa belum tentu kita dapat bertemu dan menikmati Ramadhan tahun depan. Maka jangan pernah berpikir bahwa kita masih memiliki jatah untuk merasakan lagi di tahun mendatang. Jadikanlah Ramadhanmu deadline, seolah kali ini adalah Ramadhan terakhir dalam hidupmu, sehingga sadar dan semangat menggapai tangga ketakwaan tertinggi.
Puasa mendidik manusia menjadi dirinya sebagaimana fitrah aslinya, yaitu diciptakan untuk beribadah kepada Allah SWT. Puasa juga mendidik manusia memahami dirinya, yaitu untuk hidup seimbang. Terdapat pembelajaran bahwa puasa merupakan miniatur kehidupan yang dikehendaki oleh sang Khaliq, yaitu keseimbangan hidup. Dari Abdullah bin Amru bin Ash ra., “Bekerjalah untuk duniamu seakan-aan engkau hidup selamanya. Beramallah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok”. Begitulah, Islam menegaskan keharusan menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan akhirat. Ketika sedang bekerja, maka bekerja keraslah seolah kita akan hidup selamanya, begitu juga ketika sedang shalat, berpuasa, haji atau menyambut Ramadhan, seakan hidup tinggal sekejap saja.
Nilai Keseimbangan Dalam Puasa Ramadhan
Nilai keseimbangan yang dimunculkan dalam ibadah puasa Ramadhan yang dapat dijadikan rujukan dalam kehidupan adalah taqwa, dimana dari sisi falsafi mengajarkan kita untuk bersikap konsistensi melaksanakan perintah dan menjauhi larangan. Dua sisi tersebut sesungguhnya complementary yang indah, yang membawa keselamatan dunia akhirat. Kebesaran Ramadhan dapat menjadi miniatur hidup yang harmoni, yang ditunjukkan dengan spirit actus harian umat yang menjalankan, antara lain: (1) keseimbangan antara duniawi dan ukhrowi, diajarkan seimbang antara pekerjaan untuk kepentingan duniawi dan ibadah untuk kepentingan ukhrowi. Hal itu pula yang seringkali menyadarkan diri bahwa sesungguhnya hakekat hidup itu adalah untuk senantiasa beribadah kepada Sang Khalik; (2) Keseimbangan dalam kebersamaan keluarga, yang pada saat hari biasa seringkali harus memperhitungkan jadwal dan beban pekerjaan, maka pada Ramadhan, tidak ada kompromi apapun untuk mengumpulkan keluarga dalam berbagai aktivitas, semuanya terjadi dengan sendirinya; (3) Keseimbangan dalam kebersamaan sejak mempersiapkan sahur, iftar, dan berjalan ke mesjid penuh rasa gembira untuk melaksanakan shalat tarawih dan subuh, merupakan anugerah indah yang mungkin tidak akan didapat pada bulan selain Ramadhan
Hikmah lain dalam puasa Ramadhan adalah munculnya sikap disiplin, solidaritas, kesabaran, keikhlasan dan kejujuran. Dalam tataran hubungan sosial kemasyarakatan, nilai saling menghargai, welas-asih terhadap sesama muncul dengan spirit yang tinggi. Bagi yang merasa kuat mengasihi yang lemah, yang berlebih mengasihi yang berkekurangan. Pengendalian diri juga muncul begitu kuat, toleransi dan moderat muncul begitu spontan dengan sepenuh hati. Disinilah nilai keseimbangan hidup yang menjadi prototipe ketaqwaan umat Islam, dan telah menjadi aktus harian. Terpenting adalah, bagaimana spirit itu dapat tumbuh dan terpeliharan dalam aktus harian umat Islam sepanjang masa.