Budaya Menghafal al-Qur’an Mahasiswa IAIN Kudus
Oleh Dr. H. Ahmad Atabik, Lc., MSI
Al-Qur’an pertama kali turun ke bumi ini pada bulan Ramadan. Selama kurun 23 tahun Nabi Muhammad mendapat wahyu al-Qur’an. Khusus bulan Ramadan, Nabi lebih intens bertemu dengan malaikat Jibril untuk nderes kembali hafalan al-Qur’an (mudarasah) yang telah diturunkan. Sehingga untuk mengikuti Rasulullah, ummat Islam di seluruh dunia dan di nusantara ini mulai sejak dulu mempunyai tradisi menghafal al-Qur’an (tahfizh), baik di pondok-pondok pesantren maupun di lembaga-lembaga pendidikan resmi. Hal ini juga dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa IAIN Kudus. Mereka sebagian ada yang sudah khatam secara hafalan sebelum kuliah, ada yang proses menghafal ketika masa kuliah.
Para mahasiswa IAIN Kudus yang menghafal al-Qur’an ada yang setor di pesantren-pesantren sekitar kampus, ada juga yang berada di dalam pesantren kampus (ma’had jamiah). Bahkan menghafal al-Qur’an bagi mahasiswa sudah menjadi budaya karena dalam kurikulum tingkat institusi IAIN Kudus terdapat mata kuliah tahfizh. Ini berarti bagi mahasiswa yang ingin lulus dari IAIN Kudus harus menghafal surat-surat al-Qur’an yang sudah ditentukan dalam kurikulum tersebut. Budaya menghafal al-Qur’an pada mahasiswa IAIN Kudus ini tentu selaras dengan identitas kudus sebagai kota tahfizh al-Qur’an.
Setelah saya teliti, mahasiswa yang berniat menghafal mempunyai motivasi diri yang kuat, atau paling tidak, hati mereka tergerakkan adanya anjuran-anjuran Nabi dan orang tua dalam menghafal. Adakalanya pula setelah (adanya motivasi anjuran dari Nabi) mereka mendapat motivasi tambahan oleh adanya pemuliaan, penghormatan dari masyarakat, kemudian tergerak hatinya untuk meraih ‘prestise’ tersebut. Atau juga karena tergiur dengan predikat sebagai calon penghuni surga yang kelak bila meninggal jasadnya akan tetap utuh.
Menghafal al-Qur’an merupakan perbuatan yang baik, maka harusnya para mahasiswa meniatkan diri terlebih dahulu secara ikhlas, meskipun hafalan mereka semula bermula dari setengah paksaan. Setelah berniat dengan baik, hendaknya yang dijadikan target utama dari menghafal adalah kemamampuan menghafal dengan baik dan mampu memahami al-Qur’an. Kompetensi hafalan merupakan wasilah (media) efektif untuk lebih memahami al-Qur’an. Tidak sebaliknya, sesuatu yang semestinya sebagai media dijadikan tujuan (ghayah).
Dari data penelitian saya, sebagian mahasiswa dalam proses menghafal al-Qur’an saat kuliah mereka dengan kecerdasannya bisa menghafal ayat demi ayat surat demi surat secara mudah, meskipun di tengah kesibukan dan padatnya perkuliahan. Namun sebagian mereka masih kesulitan menghafal. Hal ini karena adanya kendala-kendala tertentu. Pertama, kendala padatnya perkuliahan. Kedua, pengaturan waktu antara perkuliahan dan waktu luang di rumah. Ketiga, merasa tidak kuat ingatannya sehingga sering lupa. Keempat, baru mampu membaca al-Qur’an sehingga kesulitan untuk menghafal. Kelima, sulit mengurutkan antara surat satu dengan surat lain. Keenam, tiada niat menghafal al-Qur’an. Ketujuh, bagi mahasiswi kendala datang bulan.
Untuk dapat menyelesaikan kendala-kendala di atas, hal pertama yang harus difahami adalah adanya fakta tidak semua orang yang memiliki niat untuk menghafalkan al-Quran mampu merealisasikan niatnya, juga tidak semua orang yang menghafal bisa tuntas sampai 30 juz, apalagi yang tidak mempunyai niat yang serius dalam menghafal. Oleh sebab itu, perlu kiranya seorang mahasiswa melakukan pengaturan (manajemen) secara sistematis, agar target yang direncanakan bisa tercapai.
Mahasiswa dengan niat disertai motivasi yang kuat mereka mampu menghafal dengan baik, meskipun ada kendala-kendala tertentu. Kendala apapun yang muncul dalam kehidupan mahasiswa kalau mempunyai niat dan motivasi yang kuat maka akan mudah dilampauinya. Semangat yang mengendor pun apabila mempunyai niat yang kuat ditopang motivasi dari diri maupun luar, bisa teratasi. Setiap manusia pasti mempunyai permasalahannya sendiri. Tak ketinggalan juga para mahasiswa IAIN Kudus. Namun permasalahan apapun akan sirna apabila mereka senantisa mempunyai keinginan yang kuat dalam menghafal al-Qur’an.