Menyampaikan Kuliah Umum di Maroko, Prof. Abdurrohman Kasdi Paparkan Model Implementasi Moderasi Beragama di Indonesia
Menandai permulaan perkuliahan 2023 ini, Fakultas Syari’ah Universitas Sidi Mohamed Ben Abdellah Fes, Maroko menggelar kuliah umum yang merlibatkan semua civitas Akademika Universitas. Acara yang digelar di Auditorium ini menghadirkan Narasumber Prof. Dr. H. Abdurrohman Kasdi, Lc, M.Si, Guru Besar dan Rektor IAIN Kudus yang dilaksanakan pada Jumat(10/11/ 2023). Tema kuliah umum ini adalah, “Tathbiq al-Qiyam Al-Wasathiyyah: Indonesia Unmudzajan.”
Kuliah Umum Dibuka oleh Dekan Fakultas Syariah Universitas Sidi Mohamed Ben Abdellah, Prof. Dr. Abdel Malik Aouich. Dalam sambutannya ia menyampaikan terimakasih kepada Narasumber, Prof. Abdurrohman Kasdi beserta rombongan dari IAIN Kudus yang menyempatkan hadir untuk memberikan Kuliah Umum sebagai implementasi MOU antara IAIN Kudus dengan Universitas Sidi Mohamed Ben Abdellah yang telah ditandatangani pada Maret 2023 lalu.
"Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga tema wasathiyyah ini penting, apalagi jika dilihat dari perspektif Indonesia" ujarnya.
Dalam paparannya, Prof .Abdurrohman menyampaikan bahwa Islam di Indonesia adalah Islam yang toleran dan moderat. Perbedaan dan pluralisme di Indonesia akan terus hidup, dengan tetap mengedepankan persatuan. Faktanya, dengan kondisi ini Indonesia terus berkembang ke arah yang lebih baik. Hal ini merupakan bukti bahwa pemerintah Indonesia berhasil mengembangkan identitas bangsa sebagai wajah Islam yang sebenarnya. Upaya ini seharusnya dijaga dan dipertahankan, mengingat Indonesia merupakan salah satu pemain utama dalam percaturan politik global.
Menurutnya, peristiwa yang paling fenomenal dan historis ialah pembentukan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sebuah pertemuan dan kompromi antara Islamisme, nasionalisme, dan modernisme. Meski umat Islam sebagai warga negara mayoritas dan sederet nama pejuang kemerdekaan ialah tokoh-tokoh Islam, Indonesia tetap melindungi dan memberikan kesempatan yang sama kepada pemeluk agama lain.
"Negara tetap peduli terhadap pembinaan kehidupan beragama yang dipayungi Pancasila dan dilindungi UUD 1945. Ini jalan tengah sebuah ijtihad dan eksperimen sejarah yang tidak memperhadapkan antara keislaman dan kebangsaan, antara agama dan nasionalisme. Pancasila merupakan landasan bersama (kalimatun sawa’) untuk mengakomodasi dan melindungi keragaman etnik, agama, dan kepercayaan penduduk nusantara yang sangat plural ini, yaitu semua warga negara memiliki kedudukan sama di depan hukum," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa wasathiyyah (moderasi beragama) di Indonesia merupakan implementasi Islam yang tidak berlebih-lebihan khususnya dalam praktik keagamaan, mendukung demokrasi, Pancasila dan NKRI. Sehingga, konsep moderasi Islam sangat cocok diterapkan di Indonesia karena merupakan jalan tengah atau moderat. Indonesia bahkan sudah menerapkan konsep Islam wasathiyyah itu sendiri.
"Pancasila, UUD 1945 dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika merupakan wujud implementasi dari Islam wasathiyyah di Indonesia. Dengan sikap wasathiyyah, ketaatan pada agama menjadikan seorang muslim Indonesia kooperatif secara aktif dengan Pancasila, termasuk dengan golongan dan lembaga lain yang berkembang di Indonesia. Dengan mengimplementasikan wasathiyyah, Indonesia menyediakan ruang terbuka yang tepat dan nyaman bagi siapapun termasuk agama lain sehingga mereka yakin bahwa Islam membawa kebaikan sebagai agama yang rahmatan lil’alamin," ujarnya.
Melihat fenomena ini, Indonesia layak menjadi poros implementasi dan pengembangan wasathiyyah Islam dunia. Ini dilandasi oleh beberapa faktor: pertama, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia sehingga terdapat tanggung jawab untuk menjadi penggerak utama dalam menebarkan nilai toleransi, demokrasi dan Islam rahmatan lil’ alamin, serta menciptakan perdamaian dunia seperti yang diamanatkan dalam undang-undang. Kedua, Indonesia memiliki pengalaman yang baik dalam mengembangkan dialog untuk membangun saling pengertian. Dalam kaitan ini, Indonesia memiliki pengalaman melaksanakan Dialog Lintas Agama dan Budaya sejak tahun 2004 dalam rangka menciptakan rasa toleransi dan rasa saling pengertian dan menghargai antara komunitas beragama. Pengalaman Indonesia dalam mengembangkan Dialog Lintas Agama ini dapat ditiru untuk mengembangkan dialog dalam agama Islam. Indonesia juga mempunyai Utusan Khusus Presiden RI untuk Dialog dan Kerja Sama Antaragama dan Peradaban (UKP-DKAAP). Ketiga, Indonesia senantiasa berkomitmen mengambil peranan sebagai bridge builder dalam mengatasi pertikaian atau perseteruan guna membuahkan perdamaian. Expertise Indonesia ini dapat dimanfaatkan untuk menciptakan Islam wasathiyyah baik antar sesama negara muslim atau negara lain.
"Selain itu, Indonesia bisa memperluas dialog antar sesama muslim yang melibatkan kalangan ulama dan cendekiawan muslim dengan menggagas suatu forum baru sebagai upaya untuk lebih mempererat persatuan umat Islam. Hal ini direalisasikan dengan melaksanakan dialog antar agama untuk para pemuda-pemudi muslim dunia. Forum seperti ini akan bermanfaat untuk memberikan pemahaman bagi generasi penerus Islam untuk selalu mencari jalan tengah dengan cara mencari persamaan di antara sesama muslim. Upaya ini sangat positif dibandingkan hanya menyoroti perbedaan-perbedaan yang dapat memicu pemisahan dan perseteruan", tegas Rektor IAIN Kudus ini.