Loading...

Link & Aplikasi

    

Menyelami Sisi Esoteris Ritual Bulan Suci di Tengah Pandemi

Pelaksanaan ibadah puasa di bulan suci Ramadlan 1441 H di tahun 2020 berbeda dengan ibadah puasa di tahun-tahun sebelumnya. Sebelumnya, Ramadlan identik dengan kemeriahan dan euforia dalam berbagai aspek kehidupan. Aspek ritual keagamaan misalnya ditandai dengan hiruk pikuk melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid, buka bersama rekan dan handai taulan, tadarus al-Qur’an dan i’tikaf di masjid semalam suntuk, berbagi ta’jil berbuka dan sahur on the road. Euforia aspek ekonomi di bulan suci terindikasi dari ramainya pusat perbelanjaan yang menyediakan aneka makanan dan minuman, pakaian dan pernak pernik menyambut idul fitri. Sementara euforia bulan ramadlan di media seperti televisi, tentu mengisi dengan rangkaian acara Islami dan beragam iklan perlengkapan menyambut puasa dan idul fitri.

Pemandangan yang sangat berbeda tampak pada pelaksanaan puasa Ramadlan tahun 2020 ini. Demi menghindari laju dan memutus rantai penyebaran virus covid-19, pemerintah menganjurkan untuk mengisi ibadah di bulan suci dengan melaksanakannya di rumah, tidak ramai berkerumun seperti biasanya dan bahkan telah diterbitkan larangan untuk mudik lebaran. Semua kegiatan ibadah selama Ramadlan dihimbau dilakukan di rumah dan silaturahim idul fitri secara daring. Pergeseran tradisi euforia di bulan suci meniscayakan perubahan dalam menyelami dan memaknai ibadah secara eksoteris menuju sisi esoteris yang lebih mendalam, setidaknya dari aspek ritual keagamaan dan ekonomi. Eksoteris berarti pemaknaan yang biasa dan umum dipahami orang awam, sementara esoteris adalah makna mendalam yang jarang dipahami orang awam.

Anjuran melaksanakan shalat tarawih, tadarus al-Qur’an dan i’tikaf di rumah bersama keluarga mengajarkan manusia untuk mengasah dan memperkuat sifat ikhlas dan mengusir sifat takabbur (sombong). Tetap beribadah di rumah dengan khusyu’, tanpa didengar dan dilihat khalayak luas akan menguatkan ketulusan mengabdi dan memohon pujian hanya kepada Allah. Kuantitas dan kualitas beribadah di rumah yang terjaga dengan baik akan memantapkan pondasi dan bangunan ketakwaan seseorang. Fluktuasi ibadah selama Ramadalan yang selalu stabil meski dilaksanakan di rumah menjadi kekuatan pilar keimanan kepada Allah swt. Beribadah di rumah selama pandemi mengajarkan bagaimana seharusnya manusia terus menjaga stabilitas perjuangan untuk terus mengabdi dan berprestasi di mata Allah tanpa memerlukan penilaian dari manusia.

Jika biasanya manusia di bulan Ramadlan disibukkan dengan belanja memenuhi kebutuhan fisik yang kurang urgen, seperti pakaian baru, kendaraan baru, dan sebagainya, maka Ramadlan di tengah pandemi saat ini manusia lebih fokus pada pemenuhan kebutuhan pokok pribadi dan berbagi kepada masyarakat maupun sanak keluarga yag terdampak pandemi. Doa terus dipanjatkan agar Allah mengampuni dosa-dosa yang selama ini terus terulang. Permohonan tulus kepada Nya agar wabah pandemi segera berlalu dikumandangkan demi kepentingan manusia se dunia. Semua hati dan nurani mulai melakukan evaluasi diri. Kebersihan diri dan lingkungan yang terabaikan karena beragam kesibukan, saat ini menjadi kewajiban. Kehangatan keluarga yang sebelumnya sempat pudar, kini mulai terajut kembali. Semoga berbagai pembelajaran berharga akibat pandemi di tahun ini, selanjutnya menjadi tonggak awal masyarakat untuk memperbarui perilaku menuju manusia mulia di mata sesama dan Allah Sang Pencipta.

Share this Post: