Loading...

Link & Aplikasi

    

Membentuk Pribadi Yang Bijak Di Tengah Pandemi Penyakit

Oleh : Anisa Listiana, M.Ag

Tuhan mewajibkan puasa kepada hambanya adalah untuk membentuk ketaqwaan pada diri seseorang. Meskipun hakikat ketaqwaan sebenarnya merupakan hidayah. Satu ciri ketaqwaan seseorang adalah sifat bijak dalam kehidupannya. Pertanyaan pertama ketika kita bercermin adalah apakah diri kita ini sudah bijak, utamanya saat wabah pandemi penyakit yang baru melanda seperti ini. Jika jawabannya belum maka jadikanlah bulan ramadhan ini sebagai sebuah wahana meraih cita-cita membentuk pribadi yang bijak.

Sebenarnya kebijakan ini tidak susah untuk dimiliki. Pada dasarnya sumber kearifan dan kebijaksanaan dapat datang dari sikap hidup individu sendiri.  Pertama, sikap hidup yang siddiq. Yaitu sikap orang yang sangat menyukai kebenaran, sekuat tenaga hidupnya berusaha berbuat benar. Sederhananya adalah sikap jujur dalam segala kondisi, baik sehat maupun sakit. Misalnya kejujuran seseorang yang terjankit Covid-19 sangat dibutuhkan agar tidak menular pada orang lain bahkan tenaga medis. Kedua, sikap hidup yang amanah, rasa tanggung jawab  karena hidup yang hanya sekali dan ingin mempertanggungjawabkan hidup ini baik sebagai anak, ayah, suami, istri, masyarakat, pemimpin. Sikap amanah ini timbul dari dalam jiwa. Ketiga, sikap hidup Fathonah. Yaitu sikap hidup berwawasan luas, berpengetahuan luas sehingga mampu memilah dan memilih banyak pilihan sikap yang merupakan buah dari kecerdasan. Keempat, sikap hidup tabligh dengan menyampaikan  sesuatu dengan baik tentang kebenaran. Sikap ini merupakan perilaku yang tepat dalam mendapatkan sesuatu yang diinginkan tanpa merusak tatanan yang ada.

Ada banyak jalan untuk menjadi orang yang bijak. Pertama, berusaha bersikap tidak emosional. Dalam konteks ini, orang yang bijak adalah orang yang terampil mengendalikan diri. Orang yang emosional ketika tersinggung sedikit akan sibuk membela diri dan membalas menyerang. Ini tidak bijaksana karena yang dicari adalah kemenangan pribadi bukan kebenaran itu sendiri. Pada kondisi pandemi wabah seperti ini, maka sifat emosional ini gampang muncul ke permukaan, karenanya wawasan yang luas diperlukan untuk mengendalikannya.

Kedua bersikap tidak egois. Orang yang tidak egois pada dasarnya ingin kemaslahatan bersama. Sedanngkan orang yang egois biasanya hanya menginginkan kebaikan untuk dirinya sendiri. Rasulullah Muhammad SAW selalu hidup dalam pengorbanan. Begitu pula Indonesia dapat merdeka oleh orang orang yang berjuang penuh pengorbanan. Orang yang bijak adalah orang yang mau berkorban untuk orang lain bukan mengorbankan orang lain untuk kepentingan dirinya sendiri. Ketiga, sikap suka cinta dan rindu pada nasehat. Pada konteks ini, jika seseorang diberi nasehat, ia akan berterima kasih. Sikap orang yang bijak adalah orang yang tidak alergi terhadap kritik, saran, nasehat atau koreksi. Seorang pemimpin yang alergi terhadap saran atau nasehat, bahkan memusuhi orang yang mengkritik, sebenarnya orang tersebut tidak akan pernah bisa memimpin dengan baik.

Keempat, memiliki empati kasih sayang pada sesama. Rasa sayang yang ada diharapkan tetap berpijak pada rambu-rambu yang ada seperti ketegasan. Orang yang bijak akan sayang terhadap sesama. Berbeda dengan orang yang hidup penuh kebencian, dalam kepuasan bathinnya hanyalah menghancurkan orang lain. Menjadi seorang pemimpin bijak sebaiknya memiliki kasih sayang yang berlimpah tidak hanya pada waktu promosi saja dan tidak hanya untuk satu pihak atau kelompok melainkan merata untuk semua golongan. Kelima, selalu berupaya membangun. Orang yang bijak tidak terhanyut oleh masa lalu yang membuat lumpuh tetapi selalu menatap ke depan untuk memperbaiki segalanya. Orang yang bijak akan membangkitkan semangat orang yang lemah, menerangi sesuatu yang gelap.. Orang yang bijak ingin membuat orang maju dan sangat tidak menyukai kehancuran dan kelumpuhan kecuali bagi kebathilan. Semangat orang yang bijak adalah semangat untuk maju tidak hanya untuk dirinya tetapi juga bagi orang lain di sekitarnya.

Ramadhan seperti ini bisa dikatakann sebagai kesempatan yang tepat untuk membangun pribadi yang bijak. Pribadi yang bijak akan terus menjadi teladan baik kawan maupun lawan. Memang sulit untuk mewujudkan secara lengkap pribadi yang bijak. Namun dengan indikator untuk menuju pribadi bijak seperti  tidak emosional, tidak egois, rasa kasih sayang, cinta akan nasehat dan memiliki semangat terus menerus untuk membangun dirinya, ummat serta bangsa ini bisa dibentuk melalui puasa di bullan Ramadhan ini. Intinya adalah sikap bijak merupakan keterampilan seseorang dalam merespon kejadian apapun dengan sikap terbaik yang diridhoi Tuhan (AllahSWT).

Share this Post: