Loading...

Link & Aplikasi

    

Tokoh Agama Seluruh Dunia Harapkan AICIS 2024 Bertindak Konkret Atasi Krisis Kemanusiaan

Blog Single

Perhelatan Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) ke-23 yang digelar di Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang memasuki hari ke-2, Jumat (2/2/2024). 

AICIS 2024 hari ke-2 ini diperkuat dengan adanya temu para pemuka atau pemimpin lembaga keagamaan atau religious leaders summit yang menyampaikan berbagai pemikiran dan membahas solusi atas serangkaian persoalan kontemporer dari perspektif keagamaan. 

Satu hal yang menjadi garis besar untuk dilakukan usai AICIS 2024 ini adalah aksi konkret dan tak hanya berkutat pada pemikiran dan teori, sebagaimana disampaikan oleh salah satu tokoh agama yang hadir, Elga J. Sarapung dari Indonesia. 

Ia mengungkapkan bahwa sampai saat ini masih terjadi kasus kelompok-kelompok yang mengambil cara untuk memperoleh kedamaian dengan cara kekerasan.

"Kehidupan itu harusnya saling menghidupkan, bukan saling mematikan, baik karena faktor mayoritas atau minoritas, " papar Elga di Auditorium II Kampus 3 UIN Walisongo Semarang, Jumat (2/2/2024). 

"Kembali lagi, yang kita bicarakan adalah kedamaian, keadilan. Apakah kita para tokoh agama, para umat agama melaksanakan apa yang kita sebut Human Rights, Peace, Justice berdasarkan komitmen kita, berdasar nilai-nilai keagamaan atau kebenaran atau tidak," ujarnya. 

Ia berharap bahwa konferensi AICIS 2024 ini akan berorientasi kepada aksi konkret dalam mengatasi krisis-krisis HAM, kedamaian dan keadilan. 

"Orientasinya adalah kepada action, tidak hanya berkutat di pembicaraan. Semua umat agama, pemimpin agama tidak hanya sebatas hanya sampai teori, konsep tapi benar-benar melakukan sesuatu yang konkret, praktik," tandasnya. 

Bahasan-bahasan tentang upaya mengatasi krisis kemanusiaan di forum AICIS 2024 ini penting untuk kemudian disampaikan kepada generasi penerus dengan gamblang. Seperti disampaikan oleh satu tokoh agama dari Thailand, Phra Dr. Anilman Dhammasakiyo. 

Ia menekankan bahwa upaya tentang mengatasi krisis HAM dan krisis kemanusiaan yang disampaikan di forum AICIS 2024 ini disampaikan kepada generasi muda. 

"Bagaimana ide-ide dan pesan-pesan cemerlang di forum ini untuk disampaikan kepada para generasi muda hari ini, " katanya.

Anilman Dhammasakiyo menilai, para generasi muda saat inilah yang nantinya akan memegang masa depan dan pelaku yang akan melahirkan budaya. 

Di samping itu, ada perspektif lain terkait bagaimana melahirkan rasa kemanusiaan dan keadilan diterapkan. Perspektif itu disampaikan oleh tokoh agama Buddha dari Kamboja, Venerable Dr. Yon Seng Yeath. 

"Kedamaian mutlak bisa dimulai dari hal kecil yaitu di lingkup keluarga. Dari perspektif agama Buddha, segala hal-hal itu dimulai dari hal kecil. Jika kita tidak bisa memulai dengan hal yang kecil, maka tidak akan bisa melahirkan hal yang besar," katanya. 

Setelah keluarga, permasalahan di lingkup komunitas harus diselesaikan. Tak ada konflik di komunitas yang berdasar pada perbedaan.

"Garis besarnya adalah merima perbedaan tidak mencari kesamaan yang memunculkan perpecahan. Perbedaan antarnegara, perbedaan budaya, perbedaan agama, itu tidak masalah," katanya. 

Pertemuan religious leaders summit akan menjadi ajang berbagi perspektif dan wawasan berbasis pengalaman mereka dalam merespons isu-isu kemanusiaan dan kedamaian. 

Selain pembicara di atas, ada beberapa pemuka agama lainnya dengan total 12 tokoh yang menjadi pembicara dalam satu upaya kerja sama mencari solusi penyelesaian krisis kemanusiaan untuk kedamaian dunia dan kehidupan yang lebih baik untuk semua manusia. Hadir dalam forum tersebut ratusan intelektual, akademisi muslim internasional. 

"Seluruh pemuka agama punya ide besar untuk upaya menghilangkan krisis kemanusiaan. Pemuka agama nantinya akan menyampaikan ke umatnya masing masing, " kata Abdul Ghofur Maimoen saat mewakili Ketua Umum PBNU saat konferensi pers usai Religious Leaders Summit, Jumat (2/2/2024). 

 

 

 

Share this Post: