Puasa: Pelatihan Manajemen Diri untuk Keunggulan Pribadi dan Sosial
Oleh Dr. H. Abu Choir, M.A.
“Perubahan besar selalu dimulai dari kemampuan manajemen diri sendiri. Puasa merupakan pelatihan dalam manajemen diri sendiri untuk keunggulan kehidupan pribadi dan sosial yang lebih baik”
Salah satu hikmah puasa adalah pelatihan manajemen pencernaan/perut untuk kehidupan pribadi dan sosial yang lebih baik. Di saat berpuasa, organ pencernaan kita diajak istirahat sejenak dari aktivitas rutin mengolah berbagai makanan yang masuk ke dalamnya. Kehidupan modern ini telah membebani pencernaan kita secara berlebihan dan untuk bekerja lebih berat karena asupan berbagai makanan sampah (junk food) yang mengoroti perut kita. Bahkan para pakar kesehatan menyebutkan banyak diantara penyakit dunia modern karena kegagalan kita dalam manajemen perut dan manakanan ini.
Menurut Imam al Ghazali dalam kitab Raudhatuth Tholibin wa ‘Umdatus Salikin mengingatkan kepada kita, bahwa perut adalah tambang. Dari perutlah kebaikan atau keburukan bergerak ke seluruh anggota tubuh. Oleh karena itu jika hendak berniat untuk beribadah kepada Allah SWT, kita harus mampu menjaga perut kita dari makanan haram, syubhat, atau sikap berlebihan. Bahkan secara rinci Imam al Ghazali mencatat ada 10 penyakit fisik dan mental dari kegagalan menjaga perut ini. Imam Asy Syafi’i juga mengingatkan bahwa kekenyangan akan membuat badan menjadi berat, hati menjadi keras, menghilangkan kecerdasan, membuat sering tidur, dan lemah untuk beribadah.
Ada sebuah Sabda Rasulullah Muhammad Saw.: “Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk dari perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas” (HR. At Tirmidzi/ Jami` at-Tirmidzi 2.380).
Syekh Al Mubarakfury dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarkh Jami’ At-Tirmidzi menyatakan bahwa perut merupakan anggota tubuh yang didisain Allah SWT untuk menegakkan tulang punggung. Membebaninya secara berlebihan akan berimbas buruk pada fungsinya, baik fisik maupun mental. Jika terpaksa harus memberi asupan yang lebih harus mengacu pada pembagian yang seimbang, yaitu sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas. Bahkan Ath Thibi menyebutkan pengaturan makanan ke dalam perut hendaknya tidak boleh kurang dari kebutuhan kekuatan tubuh untuk beribadah, juga tidak boleh melebihi pembagian keseimbangan yang disampaikan hadis Rasulullah Saw di atas.
Secara global, kegagalan individu dan komunitas dalam manajemen perut dan makanan ini telah mengakibatkan eksploitasi sumber pangan yang berlebihan, sehingga menghancurkan berbagai sumber daya hayati di berbagai belahan dunia. Akibatnya pemanasan global, kerusakan alam dan lingkungan yang berimbas kepada kesehatan, seperti bertebarannya berbagai virus, bakteri dan penyakit yang menyebabkan pandemi dewasa ini. Bahkan jika tidak hati-hati berbagai penyakit tersebut justru dapat mengancam eksistensi kehidupan manusia di muka bumi. Oleh karena itu, sebagai khalifah di bumi, manusia harus menemukan suatu konsepsi dan strategi manajemen yang baik disertai sikap ramah, bijak, dan seimbang dalam mengelola kebutuhan pangan yang dimulai dari diri sendiri secara individu.
Kemampuan kita dalam manajemen pribadi/diri sendiri seperti yang diajarkan puasa menjadi puncak dari manajemen. Manajemen diri sendiri ialah manajemen purba yang diwariskan nenek moyang kita. Kebijaksanaan dalam diri sendiri untuk merasa diawasi Allah SWT, selalu merasa cukup, memilih makan yang lengkap berimbang, tidak makan kecuali lapar dan berhenti sebelum kenyang, dan teratur dalam menata kebutuhan hidup menjadi kunci dari manajemen diri sendiri. Seorang manajer yang baik saat ini tidak sekedar dituntut melahirkan produktivitas yang tinggi melalui eksploitasi berbagai sumberdaya, tetapi dia harus mampu bertanggunjawab dan menjaga diri sendiri, bawahan, dan lingkungan untuk bersama-sama dalam meningkatkan fungsi dan tugas kemanusiaan di muka bumi sebagai rahmatan lil ‘alamin.
Allah SWT sebagai Pencipta manusia sangat memahami seluk beluk anggota tubuh manusia, susunan otot dan saraf, nutrisi dan berbagai ancaman kerusakan kepadanya. Oleh karena itu, Dia perintahkan puasa (Ramadhan) sebagai kewajiban, yang merupakan sebagian bentuk kasih sayang-Nya kepada kita manusia. Bahkan jika seorang muslim yang memperhatikan dan melakukan ajaran puasa mingguan (Senin-Kamis), bulanan (Ayamul Bidh), dan tahunan (Ramadhan), serta puasa sunnah lainnya pada dasarnya mereka akan merasakan kesehatan fisik, mental, dan spiritualnya. “Berpuasalah nicaya kalian akan sehat” (HR. Thobrani) Belajarlah dari puasa, maka manajemen diri kita akan semakin baik dan meningkatkan kualitas hidup dalam berbagai bidang kehidupan. Wallahu ‘Alamu Bisshowab.