Puasa Mendidikan Karakter Yang Tangguh
Oleh: Ma’mun Mu’min
Pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien. Bahkan pendidikan lebih dan sekedar pengajaran, pendidikan sebagai suatu proses transfer ilmu, transef nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Karakter merupakan penggambaran tingkah laku dengan menampilkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik sacara eksplisit maupun implisitf. Pendidikan karakter merupakan usaha yang dilakukan secara individu dan sosiai dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri. Pendidikan karakter harus bersifat membebaskan, hanya dalam kebebasannya individu dapat menghayati kebebasannya sehingga ia dapat bertanggung jawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai pribadi dan orang lain dalam hidup mereka.
Sedang pusa bisa diposisikan sebagai salah satu media pendidikan yang dipersiapkan Allah SWT untuk mendidikan umat manusia sehinga menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter tangguh. Puasa tidak hanya bermakna ibadah ritual tetapi di dalamnya memiliki makna sosial universal. Seharusnya dengan puasa bangsa Indonesia semakin arif mnsikapi segala persoalan yang dihadapinya, walaupun demikian hal ini jauh panggang daripada api, bangsa Indonesia yang meyoritas umat Islam sering terpuruk pada persoalan kriminalitas sosial. Sebut saja betapa praktik korupsi, tindakan kriminalitas, dan perilaku menyimpang dari hukum kerap kita dapati di tengah-tengah kehidupan di negeri ini.
Agar hal tersebut tidak terus terulang, sejatinya puasa harus dipisisikan sebagai media atau wahana pendidikan karakter terutama yang berkaitan dengan bagaimana seorang individu dan sosial menghayati kebebasanya dalam relasi mereka dengan orang lain sebagai individu, maupun dengan orang lain sebagai individu yang ada di dalam sebuah struktur yang memiliki kekuasaan. Oleh karena itu pendidikan karakter tidak semata-mata bersifat individual, melainkan juga memiliki dimensi sosial-struktural, meskipun pada akhirnya yang menjadi kriteria penentunya adalah nilai-nilai kebebasan individual yang sifatnya personal.
Selain itu, ajakan untuk berhati-hati berhadapan dengan diri dan masyarakat (waspada), bersikap realistis dan tabah menghadapi cobaan (sabar), serta ingat akan asal-usul kehidupan (eling) yang terjadi antar individu mulai jarang terjadi. Juga ungkapan-ungkapan "saru" dan "isin" (Jawa), dan ungkapan lain yang senada mulai jarang terucap dari mulut masyarakat. Krisis kepribadian itulah yang saat ini terjadi di tengah masyarakat.
Tampaknya fakta tersebut di atas semakin memperkuat bahwa bangsa Indonesia kurang memiliki rasa percaya diri, disiplin murni, dan sifat mentalitas yang suka mengabaikan tanggung jawab sendiri. Watak seperti itulah inti dari krisis kepribadian bangsa saat ini. Dengan kata lain, fakta melemahnya komitmen masyarakat Indonesia terhadap nilai-nilai luhur agama, seperti diajarkan malalui puasa, memperkuat kenyataan bahwa telah terjadi perubahan orientasi kepribadian, dari kepribadian sehat berbasis nilai keagamaan menuju kepribadian tidak sehat berbasis perubahan dan ketidakpercayaan diri.
Selain itu, Islam sebagai agama yang dianut olen mayoritas masyarakat Indonesia telah menawarkan solusi bagi masyarakat. Sayangnya, ajaran Islam saperti tidak mampu memberi pengaruh yang signifikan terhadap krisis kepribadian yang melanda masyarakat. Boleh jadi pesan-pesan keagamaan sudah diterima oleh masyarakat secara komprehansif, hanya saja pendekatan pendidikan atau proses internalisasi nilai-nilai keagamaan tidak relevan dengan budaya masyarakat Indonesia sehingga terkesan antara ajaran Islam dangan komitmen masyarakat terhadap kepribadian mereka saling berdiri sendiri.
Oleh karena itu dalam pembangunan karakter bangsa perlu ditata kembali tentang perlunya pendidikan karakter di lembaga pendidikan. Pendidikan karakter menekankan pentingnya memperhatikan tiga unsur dalam mananamkan karakter, yaitu; pengartian atau pemahaman, perasaan, dan tindakan. Ketiga unsur ini saling berkaitan. Pendidik perlu memperhatikan ketiga unsur ini agar nilai-nilai karakter yang ditanamkan melalui puasa tidak sekedar sebagai pengatahuan saja, tetapi benar-benar menjadi tindakan-tindakan yang mampu menumbuh kembangkan berkarakter. Wallahu’alam.