Spiritualitas Perempuan di Masa Menstruasi
Ramadhan adalah bulan mulia. Terbukti banyak nama dilekatkan padanya: Syahrun Mubarak (bulan yang diberkati oleh Allah SWT), Syahr al-Rahmah (bulan yang penuh rahmat Allah SWT), Syahr al-Quran (bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Quran), Syahr al-Maghfirah (bulan yang penuh ampunan Allah SWT), dan Syahr al-Shiyam (bulan yang di dalamnya terdapat kewajiban bagi umat Islam untuk berpuasa). Allah SWT mewajibkan kepada orang-orang beriman untuk berpuasa selama 1 bulan penuh dengan tujuan agar menjadi hamba Allah yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah: 183), sebuah tingkat kesalehan spiritual tertinggi dari kualitas pribadi manusia.
Ada banyak jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai derajat taqwa. Dan Ramadhan menyediakan menu berlimpah untuk hal itu. Kesalehan pribadi (seperti puasa, shalat, zakat, tadarus al Quran), kesalehan sosial (seperti berinfaq, memberi santunan dan membantu sesama) dan kesalehan lingkungan (seperti menjaga kebersihan lingkungan, menjaga dan melestarikan penghijauan dan menjaga satwa) mestinya mudah dibentuk melalui keberkahan bulan Ramadhan, karena spirit ketuhanan yang termanifestasikan dalam kesalehan adalah bagian dari potensi manusia yang terberi.
Sayangnya, banyak perempuan memandang bahwa penciptaannya pada saat tertentu (seperti Ramadhan) menempatkannya tidak secara utuh bisa menikmati keberkahan yang sama dengan laki-laki. Ada penghalang yang sifatnya kodrati, yaitu menstruasi. Bagaimana bisa menikmati limpahan pahala puasa sedang mereka harus melalui masa menstruasi. Masa dimana tidak dibolehkannya perempuan untuk berpuasa dan sholat.
Memang, menstruasi, haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh perempuan yang terjadi secara berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik Estrogen atau Progesteron. Pada masa itu darah keluar dari dinding rahim dan biasanya terjadi setiap bulan antara usia remaja sampai menopause. Perempuan harus menjalani masa haidh tersebut setiap bulannya sebagai kodrat dari Tuhan (Allah).
Meskipun masa menstruasi atau haid seolah menjadi halangan bagi perempuan dalam aktivitas spiritualnya, namun sebenarnya banyak amaliah ibadah yang bisa dilaksanakan (selain shalat dan puasa) di saat menjalani menstruasi. Misalnya berdzikir, berdoa, bersholawat, bertasbih dan amaliah sosial lainnya.
Dzikir merupakan amal ibadah yang dianjurkan untuk siapapun dan kapan pun. Jenis-jenis dzikir pun ada banyak, perempuan yang sedang haid bisa mengucapkan berbagai kalimah thayyibah seperti istighfar, tasbih, tahmid, takbir, tahlil dan lainnya. Sama dengan berzikir, berdoa juga bisa dilakukan siapa pun dan kapan pun. Doa bisa mengandung ikhtiar untuk mendekatkan diri pada Allah. Selain berdoa dan berzikir, di saat menstruasi perempuan juga bisa bersholawat pada Nabi SAW.
Meskipun tidak diperkenankan menyentuh Mushaf Al Qur`an di saat perempuan sedang haid, ia diperkenankan melafalkannya dengan niat sebagai berdzikir. Meskipun sebagian ulama membatasi bagi perempuan yang haid hanya dibolehkan mendengarkan lantunan al Qur`an.
Ternyata sebenarnya masih banyak jalan untuk mengukir spiritualitas dalam menggapai kesalehan bagi perempuan meskipun dalam kondisi mentruasi. Mencari ilmu (tholabul ilm) melalui kajian-kajian keagamaan, bersedekah, dan bersilaturrahim adalah jalan yang bisa dilalui oleh perempuan untuk mencapai kesalehan yang bisa dilakukan dalam waktu kapanpun dan dalam kondisi bagaimanapun. Pundi-pundi pahala bisa diraih dengannya.
Begitu juga, pada bulan Ramadan seperti ini, di saat perempuan dilarang puasa karena menstruasi, ia tetap bisa mendapatkan kemuliaan bulan Ramadan dengan menyiapkan makanan untuk berbuka puasa dan sahur bagi keluarga, serta memberi makan orang lain yang berpuasa. Bahkan nilainya diberikan setara dengan orang berpuasa. Pada waktu hari raya Id tiba, meskipun perempuan yang haid tidak diperbolehkan melaksanakan salat hari raya, ia tetap disunahkan untuk keluar menghadiri salat Id dan mendengarkan khutbahnya.
Larangan perempuan menstruasi untuk shalat dan puasa oleh agama tentu ada hikmah dibaliknya. Dalam buku Sehat dengan Ibadah karya Jamal Muhammad Az-Zaki dijelaskan, bahwa orang haid apabila mengerjakan sholat akan menganggu kesehatan dirinya. Ada potensi terdorongnya darah ke rahim dalam jumlah besar jika perempuan yang menstruasi melaksanakan shalat. Sehingga perempuan akan banyak kehilangan darah bersamaan dengan darah menstruasi. Kadar darah dan cairan-cairan yang hilang dari tubuh perempuan selama haid atau menstruasi bisa mencapai 34 mililiter darah (ml). Begitu juga dengan cairan-cairan lainnya.
Oleh karena itu, apabila seorang perempuan yang sedang menstruasi menunaikan sholat, dimungkinkan terjadinya kerusakan organ sistem kekebalan tubuhnya. Hal ini akan mengakibatkan pendarahan dan dapat meningkatkan penyebaran berbagai penyakit. Dari hal tersebut berarti Allah menjaga dan melindungi perempuan dari penyakit dan penularannya melalui proses menstruasi.
Dari realita inilah tampak bahwa ada hikmah besar dibalik kodrat perempuan dengan menstruasi atau haid yang harus dialaminya. Al Quran sudah menjelaskannya pada Surah Al-Baqarah ayat 222 berbunyi: “Wa yas aluunaka `anil-mahidhi, qul huwa adzann,”. Yang artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah bahwa itu adalah sesuatu yang kotor.”Yang perlu disikapi oleh perempuan adalah perlunya istirahat yang cukup dan banyak mengkonsumsi makanan bergizi selama menstruasi. Menstruasi bukan halangan untuk meraih pundi-pundi pahala. Meskipun di saat Ramadhan seperti ini bagi perempuan yang menstruasi atau haid di larang puasa dan sholat, namun `masih banyak jalan menuju Roma` dalam meraih spiritualias yang bisa dilakukan oleh perempuan.