Loading...

Link & Aplikasi

    

Puasa Ramadhan, Sarana Meraih Permata Kemanusiaan Manusia

Oleh : Anisa Listiana, M.Ag

 

 

Alhamdulillah, terealisasi juga do’a yang selalu disampaikan di bulan Rajab Allahumma barik lana fi rajaba wa sya’bana wa balighna Ramadhana. (Ya Allah, berkahilah umur kami di bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah (umur) kami hingga bulan Ramadhan). Meskipun Ramadhan kali ini masih dipandang dalam kondisi pandemi, namun Ramadhan tetaplah bulan ‘keutamaan’manusia untuk mencapai kebahagian hidup.

Paling tidak ada empat macam keutamaan yang berkaitan dengan usaha manusia untuk mencapai tujuan hidupnya, yaitu:  al hikmat (kebijaksanaan), al-iffat (kesucian), al-syaja’at (keberanian) dan al-adalat (keadilan). Keempat hal ini sebenarnya adalah yang harus diusahakan manusia dan bisa diraih melalui puasa Ramadhan.

Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dalam bentuk terbaik. Ia diciptakan dengan bentuk fisik yang indah, juga diberi perangkat lunak yang sempurna, seperti akal pikiran, rasa, dan karsa (kehendak). Manusia berbeda dari makhluk Allah lainnya. Malaikat diciptakan hanya memiliki akal tanpa diberi syahwat dan nafsu. Hewan dibekali syahwat sehingga hidupnya hanya mengikuti keinginan kebutuhan badannya; makan, minum, berhubungan badan dan segala keinginan yang bersifat jasmaniah. Sementara setan diciptakan hanya dengan bekal nafsu sehingga sepanjang hidupnya selalu ingkar akan nikmat Allah.

Sebagai makhluk ciptaan dalam bentuk terbaik, manusia dikaruniai empat hal sebagai permata dirinya. Empat permata ini disebutkan Rasulullah dalam hadistnya: Ada empat permata dalam tubuh manusia yang dapat hilang karena empat hal. Empat permata tersebut adalah akal, agama, sifat malu, dan amal salih.

Akal adalah alat untuk memahami agama. Agama adalah rambu-rambu atau aturan yang memberikan arah pada manusia, sifat malu adalah pengendali, dan amal salih adalah buah dari akal memahami agama dengan pengendali berupa sifat malu tadi. Akal menjadi pemimpin dalam tubuh manusia untuk memahami mana yang hak dan batil, mana yang patut ataupun tidak, mana yang harus dikerjakan ataupun ditinggalkan.

Agama merupakan aturan atau norma yang mengarahkan akal manusia untuk menerima hal-hal yang baik, layak dan pantas. Agama menjadi pedoman bagaimana manusia menjalani kehidupannya; bagaimana mengendalikan syahwat dan nafsu. Malu merupakan sifat yang dikembangkan oleh agama untuk mengendalikan perilaku manusia, yang dapat membedakan kita dengan hewan ataupun setan. Amal shalih merupakan perbuatan yang patut dan baik menurut kaidah agama. Amal shalih ini adalah buah dari kemampuan kita memahami agama, menjalankan perintah agama, serta kemampuan kita mengendalikan sikap dalam kehidupan. Banyak orang mampu memahami agama atau mengerti ilmu agama, tetapi tidak mampu mengendalikan syahwat dan nafsunya, sehingga ia tidak memiliki rasa malu, bahkan ia hanya bisa melakukan sesuatu yang hanya berorientasi pada kebutuhannya yang kadang merugikan orang lain. Contoh sederhana yang dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, betapa banyak orang pandai agama tetapi tidak mampu mengendalikan diri, sehingga ia bukan mengamalkan ilmu agama, namun hanya memperalat agama untuk kepentingan dirinya atau kelempoknya. Maka akibat yang timbul dari itu bukan amal shalih tetapi justru maksiat.

Rasulullah dalam haditsnya mewanti-wanti (mengingatkan) kita akan bahaya yang mengancam empat permata manusia tersebut: “Ghadlab (marah-marah) dapat menghilangkan akal, iri dan dengki (hasud) dapat menghilangkan agama, serakah (thama’) dapat menghilangkan sifat malu, dan menggunjing (ghibah) dapat menghilangkan amal shalih.’ Oleh karenanya, melalui puasa Ramadhan ini, sebagaimana bahasa ar Rumi, manusia yang berpuasa diharapkan mampu mereguk cinta Tuhan (Allah) melaui 7 (tujuh) jalan: 1) Dalam hal kedermawanan dan menolong orang, jadilah seperti sungai. Artinya, biarkan kedermawananmu mengalir tak henti-henti, dan jangan mengharapkan balasan;2) Dalam kasih sayang dan berkah, jadilah seperti matahari. Artinya, berikan kasih sayang kepada siapapun tanpa diskriminasi; 3) Dalam menutupi aib orang, jadilah seperti malam. Artinya, menutup aib siapapun rapat-rapat dan tidak pernah membocorkannya;4) Dalam keadaan marah dan murka, jadilah seperti orang mati. Artinya, ketika itu terjadi lebih baik diam, tidak melakukan apapun, agar tidak melakukan kesalahan apapun dan menyesal kemudian;5) Dalam hal kesederhanaan dan kerendahhatian, jadilah seperti bumi. Artinya, selalu menempatkan diri di bawah dan meninggikan yang lain; 6) Dalam hal toleransi, jadilah seperti laut. Artinya, berlapang dada sepenuhnya dan siap menampung pandangan-pandangan yang berbeda; 7) Tampillah seperti diri sejatimu, atau jadilah seperti tampilanmu. Artinya, hiduplah dengan penuh integritas. Sama lahir dengan batin. Itulah makna Ramadhan Mubarok.

Share this Post: