Kehadiran Bulan Ramadhan
oleh Dr. H. Mudzakir
Tanggal 13 April besuk sudah masuk bulan Ramadhan 1442 H. ragam perasaan dan pandangan umat Islam di Indonesia hari ini diwujudkan dengan berbagai tradisi. Ada masyarakat yang menyambut hadirnya bulan Ramadhan dengan ziarah dan mendo`akan para leluhur (ziarah kubur, nyadran, ruwahan dan lain-lain) membuat pemakaman penuh dengan peziarah. Sementara yang lain sibuk dengan membuat ucapan mohon maaf melalui medsos, ada pula orang tua yang mengajak keluarganya makan bersama (jajan di pasar, warung) sehingga jalan, pasar dan warung-warung sangat ramai. Tradisi tersebut dilakukan oleh masyarakat baik yang menjalankan puasa maupun yang tidak menjalankannya tetapi ikut menyambut hadirnya bulan Ramadhan. Mungkin ini pula yang disebut bulan Ramadhan sebagai bulan keberkahan bagi masyarakat, bahkan termasuk yang tidak memeluk Islam pun ikut merasakan hadirnya bulan Ramadhan seperti para pedagang pasar, yang menjual barang kebutuhan Ramadhan.
Hadirnya bulan Ramadhan tahun ini (1442 H) suasananya sama dengan tahun kemarin (1441 H) yaitu dalam suasana pandemi corona, maka yang pertama kali harus kita wujudkan adalah bersyukur kepada Allah swt karena masih diberi umur panjang untuk bisa melaksanakan rangkaian ibadah pada bulan yang mubarak ini. Wujud syukur kita antara lain disamping mempersiapkan diri juga dengan menyiaapkan protokol kesehatan (prokes) dalam melaksanakan rangkaian ibadah Ramadhan, seperti ketika melaksanakan shalat tarawih, tadarrus, buka bersama dan lain-lain. Jangan sampai ada pendapat bahwa hidup dan mati, sehat dan sakit semuanya kehendak Allah swt sehingga mengabaikan protokol kesehatan. Jika pun memiliki pendapat bahkan keyakinan semacam itu silahkan saja, kita hormati, namun harus menghormati pula kepada orang atau masyarakat yang meyakini bahwa kehendak Allah swt tersebut ada bersmaan dengan upaya yang diwujudkan oleh manusia.
Pada bulan Ramadhan semua umat Islam diwaajiban berpuasa, tidak diragukan lagi terdapat hikmah yang tak terperi oleh umat manusia, mengacu Firman Allah swt dalam Surat al-Baqarah ayat 286 yang menyatakaan bahwa seberat apapun pengabdian (ibadah) kita, pasti tidak akan membebani kita dan yakinlah pasti berguna bagi manusia. Sang Pencipta menyediakan al-Qur`an sebagai pedoman mutlak hidup kita. Di bulan Ramadhan, rasanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan semakin jelas, dan keinginan untuk selalu menyentuh al-Qur`an begitu kuat, rasa berbagi semakin bertumbuh sebagai bagian kehidupan yang ada dalam keragaman sosio-religius dan bahkan antropo-religus.
Bagi kita, Ramadhan adalah membentuk keseimbangan hidup yang menimbulkan ketenangan, ketenteraman dan kebahagiaan lewat suatu kebersamaan yang indah. Di bulan Ramadhan kita diajarkan hidup seimbang, antara pekerjaan untuk kepentingan duniawi dan ibadah untuk kepentingan ukhrowi. Hal ini pula yang menyadarkan diri bahwa sesungguhnya hakekat hidup ini adalah untuk senantiasa beribadah kepada Sang Khalik dan beribadah harus memiliki buah untuk kebersamaan baik sesama agama maupun sesama manusia.
Kebersamaan yang tercipta selama bulan Ramadhan boleh jadi sangat sempurna. Pasalnya, jika pada hari-hari biasa, untuk bersama dengan keluarga seringkali harus dengan memperhitungkan jadwal dan beban pekerjaan, maka pada Ramadhan ini tidak ada kompromi apapun untuk mengumpulkan keluarga dalam berbagai aktivitas, semuanya terjadi dengan sendirinya. Kebersamaan sejak mempersiapkan sahur, iftar dan berjalan ke mesjid penuh rasa gembira untuk melaksanakan shalat tarawih dan subuh, merupakan anugerah indah yang mungkin tidak didapatkan pada bulan selain Ramadhan. Fa-biayyi alaa`i Rabbi kuma tukadzdzi ban– Tidak ada satu pun nikmat-Mu, wahai Tuhanku, yang aku dustakan.
Berpuasa di bulan Ramadhan juga merupakan salah satu bentuk kepatuhan kita kepadaNya. Di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim, berpuasa tentu bukan hal yang tidak lazim. Namun, ada pengalaman menarik selama berada di wilayah yang mayoritas non-muslim, yang harus kita tunjukkan adalah bahwa kita tetaplah harus patuh kepada Allah swt, no matter what they provoking-thought dan tetap menjunjung tinggi toleransi dalam keberagamaan yang beragam.
Hikmah lainnya dengan berpuasa di bulan Ramadhan adalah bentuk edukasi yang sangat dirasakan positif terhadap kedisiplinan, solidaritas, kesabaran, keikhlasan dan tentu saja kejujuran. Hal demikian mengajarkan kepada kita agar kehidupan di bulan-bulan selain bulan Ramadhan kita harus senantiasa menjadi lebih berhati-hati dalam berucap dan bertindak terutama karena seluruh perbuatan, ucapan bahkan niat kita selalu dicatat oleh Malaikat Raqib dan `Atid yang selalu berada di kanan kiri kita. Astagfirullahaladzim ingatlah..!!!
Ibadah Ramadhan – terutama puasa – juga menseimbangkan unsur-unsur yang ada pada wujud manusia, yaitu unsur gharizah (instink positif dan negative), aqal (rasio) dan dhamir (Nurani/suara Tuhan). Ketidak-seimbangan antara ketiga unsur ini – kata Dr. `Isa Abduh – maka eksistensi manusia menjadi tidak sempurna (menyalahi fitrah manusia). Instink harus diarahkan supaya berjalan sesuai fitrahnya, akal harus dikembangkan bahwa berpikir secara maksimal pun tidak akan menemukan jati dirinya, dan nurani (suara Tuhan) mesti terus dipupuk agar tidak sekular. Dengan puasa ketiga unsur tersebut secara bersamaan bisa diseimbangkan dan dapat diwujudkan.
Akhirnya kami berharap semoga Allah SWT senantiasa memberikan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya agar bisa menunaikan ibadah Ramadhan dengan sempurna dan perilaku di luar Ramadhan bisa selalu rajin, bersungguh-sungguh dan khusu serta tawadhu` seperti di bulan Ramadhan dan sampai bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Amiin ya Rabbal `alamiin.