Meneguhkan Makna Silaturrahim Di Musim Pandemi
oleh H. Edi Bahtiar, M. Ag
Aktivitas ramadhan bermuara pada zakat fitrah dan sholat idul fitri. Perayaan idul fitri ditandai dengan acara silaturrahim atau lebih popular dengan sebutan halal bi halal. Ini adalah budaya lokal yang mewarnai mozaik budaya islam karena watak dasar ajaran islam itu sholihun likulli zaman wa makan. Idul fitri adalah nilai ajaran islam yang universal, halal bi halal adalah nilai lokal. Keduanya dipadukan sebagai perayaan lebaran yang dalam kaca mata ushul fiqh merupakan ‘urf shohih yakni tradisi baik yang selaras dengan nilai dan ruh syariat islam. Bukankah lilwasail hukmul maqoshid ?
Silaturrahim hanya bisa terjalin apabila orang sampai pada kesimpulan bagaimana mencari persamaan hidup dengan tidak lagi memandang label ras atau golongan, namun yang terpenting ialah apakah orang itu berjuang untuk islam atau tidak. Hanya dengan itulah silaturrahim antar kaum muslimin bisa terjalin.
Abdullah bin Abi Aufa bercerita, waktu itu kami sedang bersama Rasulullah. Tiba tiba beliau berkata : ”Janganlah duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan persaudaraan”. Lalu seorang pemuda berdiri meninggalkan majelis. Rupanya ia sudah lama bertengkar dengan bibinya. Pemuda itu lalu meminta maaf kepada bibinya dan bibinya pun memaafkannya. Setelah itu barulah ia kembali ke majelis Rasulullah. Lalu Rasulullah bersabda “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di situ ada orang yang memutuskan persaudaraan”. As-Samarqondi menjelaskan dalam kitab Tanbih al-Ghaafilin bahwa memutus tali silaturahim itu termasuk dosa besar karena tidak hanya mencegah rahmat Allah bagi pelaku tapi juga berimbas kepada seluruh individu dalam sebuah forum atau masyarakat.
Selanjutnya mengenai silaturrahmi di masa pandemi wabah Covid-19 ini, bagaimana cara menyambung silaturrahim dengan protokol yang telah diinstruksikan oleh pemerintah? Mengingat pertemuan fisik diupayakan untuk dikurangi atau bahkan ditiadakan guna menekan penyebaran virus yang lebih luas. Sejatinya Al-Qur’an tidak memberikan bentuk yang spesifik sehingga setiap manusia diperbolehkan menyambung tali kasih sayang dengan beragam cara sesuai dengan kemampuannya. Bersyukur, teknologi mutakhir bisa dipilih menjadi alternatif untuk mendekatkan hubungan yang telah berjarak dan merekatkan kembali hubungan yang sempat merenggang. Dengan demikian, silaturrahim via hp ataupun media sosial menjadi pilihan terbaik di masa pandemi ini. Bisa pula dengan saling mengirim hadiah. Namun, jika belum mampu dalam bentuk materil, masih bisa mendoakan agar saudara, kerabat dan teman sejawat yang jauh selalu dalam kondisi sehat serta dalam penjagaan-Nya. Tidak perlu memaksakan diri untuk mudik. Jangan sampai niat baik untuk bersilaturrahim di musim pandemi justru membahayakan kerabat.
Terkadang silaturrahim tanpa pertemuan fisik jauh lebih baik, karena tidak bisa dipungkiri silaturrahim lewat fisik itu nyaris tidak sepi dari kebiasaan buruk yaitu ghibah sehingga kalau dikalkulasi bisa jadi nilai silaturrahim jauh lebih rendah dari pada dosa ghibahnya.
Demikianlah keluasan dan keluwesan ajaran islam yang tidak meruang dan mewaktu sehingga selalu relevan untuk diterapkan dalam tiap situasi dan kondisi termasuk dalam musim pandemi ini. Semangat menjalin silaturrahim bahkan dengan orang yang selama ini dianggap berseberangan diharapkan mampu menurunkan rahmatNya hingga pandemi ini segera berakhir.