Melatih Karakter Dengan Berpuasa, Mungkinkah?

Oleh Riza Zahriyal Falah, M.Pd.I
Kewajiban puasa sebagaimana ibadah lain yang diwajibkan Allah swt kepada umat Islam, mempunyai ciri khas dan hikmahnya tersendiri. Puasa secara bahasa berasal dari kalimat Shiyam atau Shoum dalam bahasa Arab yang arti asalnya adalah menahan. Tentu saja menahan dalam pengertian puasa ini bukan sesuatu yang bisa ditafsirkan secara tunggal, hanya menahan dari lapar dan dahaga di siang hari di bulan Ramadhan. Bisa ditafsirkan dalam pengertian lain yang lebih luas dan variatif yang terkait dengan pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan. Menahan dalam artian lain adalah menahan dari melakukan hal-hal yang madzmumah atau tercela yang mengurangi makna dari puasa seperti ghibah, berkata kotor, iri, dengki dan sifat tercela yang lain, bahkan juga menahan dari perkara-perkara yang sebenarnya mubah atau boleh dilakukan seperti berlebihan mencium bau masakan, berlebihan menyiapkan buka puasa, membayangkan makanan secara berlebihan dan seterusnya. Artinya di bulan Ramadhan ini, dengan menjalankan puasa, seorang muslim dituntut untuk mengendalikan hawa nafsunya agar tidak berlaku tercela. Ketika seorang muslim puasa hanya menahan lapar dan dahaganya, namun tidak bisa menahan hawa nafsu yang tidak baik, maka puasa yang dilakukan tidak akan mempunyai arti apa-apa sebagaimana disebutkan Rasulullah dalam hadistnya “berapa banyak orang yang berpuasa, tidak mendapatkan pahala puasanya kecuali hanya lapar dan dahaga”.
Melihat pengertian puasa sebagai bentuk menahan hawa nafsu di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa puasa mempunyai andil dalam melatih karakter manusia, utamanya melatih karakter yang baik. Karena sebagaimana dijelaskan, puasa tidak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga hawa nafsu yang tercela, sehingga sejatinya dengan berpuasa, seorang muslim dituntut untuk melatih nafsunya selalu berjalan dalam koridor kebaikan. Dari sini terjadi proses latihan diri untuk selalu waspada dengan perbuatan dan sikap yang tidak baik. Dari waspada itulah kemudian akan menjadi kebiasaan/habit dalam dirinya untuk terus menerus berbuat baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang tidak baik. Walaupun pada sejatinya tanpa disadari, seorang yang melaksanakan puasa, akan lebih dekat dengan karakter baik, dibanding karakter buruk, karena sebagaimana disebutkan dalam hadist, Rasulullah bersabda, “seseorang yang perutnya dalam kondisi kosong, akan luas pemikirannya dan bersih hatinya”. Jadi secara otomatis dalam kondisi lapar dahaga yang dialami orang yang sedang berpuasa, karakter seorang muslim akan terbentuk lebih produktif karena keluasan pemikirannya dan sikapnya akan menjadi baik berasal dari kebersihan hatinya. Seorang yang berpuasa lebih termotivasi untuk melakukan kebaikan, menambah intensitas ibadah, dan lebih mudah meninggalkan keburukan, yang mana dia tidak hanya sekedar mengetahui kebaikan (knowing the good), namun juga mencintai kebaikan (loving the good), dan melakukan kebaikan (doing the good) tersebut. Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu hikmah orang yang melakukan puasa adalah dia akan lebih mengedepankan karakter terpuji dalam kehidupan sehari-hari dibandingkan karakter tercela. Dengan berpuasa seorang muslim akan lebih lekat dengan sifat malakiyah/terpuji daripada sifat hayawaniyah/hewan. Maka sangat mungkin sekali bagi seorang muslim untuk melatih karakter dirinya agar lebih condong pada kebaikan dengan cara berpuasa.