Hati-Hati Dalam Berpuasa
Seperti yang sering kita dengar, bahkan mungkin menjadi ayat yang paling sering dibaca pada setiap bulan Ramadhan datang, sesungguhnya Allah SWT telah berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. Pada ujung ayat disebutkan bagi mereka yang melaksanakan puasa akan mendapat derajat taqwa.
Kata yang digunakan adalah agar kamu bertaqwa, atau dalam versi arabnya tertulis la’allakum tattaquun (لَعَلَّكÙمْ تَتَّقÙونَ). Para ulama sepakat bahwa kata la’alla, apabila mendahului sebuah kata maka prosentase terjadinya masih setengah-setengah (50 %) saja. Oleh karena itu dapat dipahami bagi orang yang berpuasa, bisa menjadi orang yang bertaqwa sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasanya, dan bisa juga tidak.
Lantas pelaksanaan puasa seperti apa, yang bisa menghantarkan pelakunya untuk dapat memperoleh derajat taqwa seperti yang tersebut dalam ayat di atas. Sesungguhnya hakikat dari taqwa adalah kehati-hatian. Apabila dikaitkan dengan pelaksanaan ibadah puasa, sudah barang pasti kehati-hatian itu tidak hanya sebatas melaksanakan segala syarat dan rukun puasa, atau semaksimal mungkin mengindarkan diri dari segala hal yang akan membatalkannya. Lebih dari itu, kita pun juga harus memelihara diri dari melakukan hal-hal, yang pada akhirnya akan mengurangi bahkan menghilangkan nilai pahala dari puasa kita misalnya:
- Terkena Penyakit Riya’
Pengertian riya’ adalah keinginan untuk mendapat pujian tatkala kita melakukan satu pekerjaan. Misal saja membaca al-Qur’an dengan suara yang sangat lantang, dengan harapan orang-orang di sekitarnya memberikan penilaian baik.
Contoh lain, dalam hal penyaluran zakat. Lagi-lagi momentum Ramadhan dijadikan saat yang tepat untuk melakukan kegiatan ini. Tetapi sayangnya mengapa harus dengan menghadirkan awak media massa untuk meliput acara ini.
- Mubazir
Mubazir dapat diartikan menyia-nyiakan, bisa dalam wujud tindakan ataupun barang. Mubazir dalam wujud tindakan bisa dicontohkan tidur. Meskipun Rasulullah saw pernah bersabda: “tidurnya orang yang sedang berpuasa adalah ibadah”, bukan berarti sepanjang waktu ketika kita berpuasa diisi dengan tidur, karena ini termasuk menyia-nyiakan waktu atau kesempatan.
Dalam bentuk barang, contohnya dalam menyiapkan hidangan berbuka baik jenis makanan maupun minuman. Seringkali karena menurutkan keinginan, berbagai jenis makanan dan minuman disediakan beraneka ragam, tapi ujung ujungnya berakhir di tempat sampah saja (tidak termakan).
Para pembaca yang budiman, sebenarnya masih banyak contoh lain yang ingin disampaikan, tetapi karena keterbatasan ruang untuk menyampaikan, maka dicukupkan dua saja. Memang secara syari’at kedua contoh itu tidak sampai membuat hukum puasa pelakunya menjadi batal, hanya sebatas akan mengurangi pahala puasa yang akan diterima kelak.
Oleh karena itu, bila kita semua tidak ingin termasuk golongan yang disinyalir Rasulullah dalam sebuah hadisnya: “banyak orang berpuasa, tapi tidak mendapat ganjaran pahala kecuali hanya rasa lapar dan dahaga” (Hadis Riwayat Ibnu Majah), maka kita harus hati-hati dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan kita, semoga dengan berpuasa dengan penuh kehati-hatian, kita bisa menyelesaikan puasa di bulan Ramadhan ini dan keluar sebagai pemenang dengan menyandang prediket sebagai manusia yang bertaqwa, aamiin...