Puasa dalam Ibadah Kemanusiaan
Puasa dalam Ibadah Kemanusiaan
Oleh Dr. H. Mundakir, M.Ag
Ramadhan tahun ini akan sangat terasa berbeda. Kita berpuasa di tengah pandemi global virus Covid-19 atau Korona. Hikmah apa yang bisa diambil dari kondisi krisis ini? Apakah makna puasa di dalam situasi yang sulit, baik secara kesehatan maupun finansial?
Wabah Korona semestinya menyadarkan kita tentang hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam. Jika memang virus ini disebabkan oleh binatang yang diharamkan oleh Islam untuk dimakan, maka hubungan kita dengan binatang itu sudah jelas hukumnya. Kita wajib melindungi semua makhluk Allah, namun tidak memakannya.
Islam berasal dari kata aslama-yuslim-Islam-salam, yakni tunduk kepada Allah SWT agar mencapai salam (keselamatan atau kedamaian), baik di dunia maupun akhirat. Prosesnya disebut Islam dan pelakunya disebut Muslim.
Untuk mencapai keselamatan itu, Allah telah menebarkan tanda-tanda-Nya di dalam tiga jenis ayat. Pertama, ayat-ayat Qur’aniyyah (teologis). Kedua, ayat-ayat kauniyyah (kosmos). Dan ketiga, ayat-ayat insaniyyah (kosmis). Ayat teologis berada di al-Qur’an dan hadits. Ayat kosmos berada di alam semesta, juga di sistem kehidupan masyarakat. Sedangkan ayat kosmis berada di dalam diri setiap manusia. Integrasi (penyatuan) ketiga ayat tersebut inilah yang disebut dengan tauhid.
Keberadaan hukum halal dan haram ditujukan untuk melindungi kehidupan manusia itu sendiri. Misalnya, larangan memakan binatang tertentu ditujukan untuk menjaga nyawa manusia (hifdz al-nafs) karena binatang itu mengandung virus. Larangan meminum khamr ditujukan untuk melindungi akal (hifdz al-‘aql). Larangan berzina ditujukan untuk melindungi keturunan (hifdz al-nasl). Ketika seekor binatang ternyata membawa virus mematikan, hukum Islam sejak awal sudah mewantinya. Inilah kewaskitaan dari syariah kita.
Lalu apa yang harus dilakukan ketika virus tersebut telah menjadi wabah global? Inilah saatnya kita menguatkan dimensi insaniyyah dari tauhid di atas dengan menguatkan solidaritas kemanusiaan. Hal ini lalu terkait dengan spirit puasa yang bertujuan menajamkan kepekaan sosial atas saudara kita yang secara ekonomi terdampak Korona.
Puasa lalu tidak sekadar ritual pembersih diri (tazkiyah al-nafs) dari nafsu kebinatangan. Lebih dari itu, puasa di tahun ini harus lebih diaktifkan untuk “ibadah kemanusiaan”. Hal ini berkaitan dengan sifat dasar Islam itu sendiri yang merupakan agama rahmah (kasih sayang).
Sebagaimana Firman Allah suart Al Baqarah ayat 183 kita perlu mengimbangi dengan menjaga spirit puasa kita. Ditengah pandemi yang tengah melanda, melakukan puasa sosial sangatlah dibutuhkan, dimulai dengan membersihkan diri sendiri untuk tetap melakukan physical dan social distancing.
Segala rangkaian ibadah selama ramadhan yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya tidak akan menghalangi kita mencapai puncak spiritual. Walaupun kita dirumah saja, dengan cara seperti ini, kita mencapai sebuah kemenangan baik secara spritual maupun kemenangan dalam melawan virus korona ini. Dengan spirit ramadhan kita menjaga dan mematuhi larangan untuk tetap dirumah saja. harapan kita agar badai segera berlalu.
Jika kita telisik, di dalam Islam terdapat Rukun Iman yang berisi prinsip-prinsip akidah. Serta Rukun Islam yang memuat lima ibadah utama. Rukun Iman bersifat vertikal, terkait keimanan teologis dengan Allah. Sedangkan Rukun Islam yang berisi syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji, semuanya memiliki dimensi kemanusiaan. Inilah mengapa di dalam Surah al-Baqarah: 177 Allah SWT memerintahkan kita untuk mengasihi fakir miskin dan memberikan bantuan ekonomi kepada the have no (kaum papa) sebagai upaya menyempurnakan iman. Sehingga belum sempurna iman seorang Muslim, jika ia tidak ringan tangan dalam membantu sesama.
Ibadah kemanusiaan ini akan sangat terasa maknanya, ketika ritus-ritus kolektif dibatasi di musim Korona ini. Berdasarkan keputusan pemerintah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), kita dianjurkan untuk beribadah di rumah saja. Sholat Tarawih juga dianjurkan dikerjakan di rumah. Tutupnya masjid untuk praktik ritual ini menandaskan bahwa ada jalan lain menuju Tuhan. Yakni jalan non-ritus, yang sebenarnya merupakan intisari dari ritus-ritus itu sendiri. Kita bisa memaksimalkan jalan ibadah kemanusiaan tersebut dengan memberikan bantuan ekonomi kepada sesama, diawali dengan bantuan sederhana: memberi makanan untuk buka puasa dan sahur. Selamat berpuasa!