MAKHLUK YANG BERNAMA "GAGAL FAHAM" Oleh : Iwan Fahri Cahyadi
Oleh : Iwan Fahri Cahyadi*
Bagi anda yang akrab dan aktif di media sosial entah itu facebook, twitter, instagram, whatApp, BBM atau lainnya pasti sering membaca atau minimal pernah menulis kalimat "GAGAL FAHAM". Kalimat ini biasa ditulis sebagai bahan olok-olokan atau memang bisa jadi sebagai balasan kepada seseorang apabila pesan yang dia sampaikan tidak difahami atau membingungkan kita.
Dari keisengan kita menulis kalimat tersebut, sebenarnya GAGAL FAHAM di dunia ke-ilmu-an memiliki makna yang lebih dalam. Arti GAGAL FAHAM jauh berbeda dengan di dunia medsos yang hanya berfungsi sebagai bahan guyonan untuk keakraban dalam pertemanan.
Kalau dinilai dari sudut pandang dan piramida ke-ilmu-an maka manusia yang masuk kategori GAGAL FAHAM berada pada pucuk teratas dan di pucuk piramida itu memilikinya ruang yang sempit. Ini mengandung makna filosofis bahwa manusia GAGAL FAHAM adalah tipe manusia yang sedikit ilmu namun merasa telah memiliki banyak ilmu. Puncak dari kegagalan faham ini adalah kesombongan, dan mau menang sendiri karena mengannggap dirinya paling benar. Padahal ilmunya dangkal. Kesombongan inilah yang membawanya dalam jurang kehancuran karena semua dinilai secara picik dan dari sudut pandang yang sempit.
Di bawah puncak piramida GAGAL FAHAM adalah orang yang berada dalam wilayah SALAH FAHAM. Type orang ini lebih mengedepankan emosinya daripada kesadarannya. Logikanya tertutup nafsu amarahnya, akalnya ditindas dengan ke-aku-annya, dan nafsu muthmainah nya terbingkai oleh nafsu fujurnya. Dalam menilai setiap permasalahan senantiasa akan menonjolkan emosi, sehingga apa yang dikira benar ternyata salah pada akhirnya. Cuma manusia jenis lebih baik daripada manusia GAGAL FAHAM karena ketika kesadarannya muncul maka akan menyesali tindakannya dan secara gentle akan memohon maaf terhadap seseorang yang tersakiti.dan atas kebodohan yang pernah ia lakukan.
Level dibawah berikutnya adalah manusia KURANG FAHAM. Tipe manusia ini sudah tumbuh kesadarannya namun belum sempurna. Manusia ini tidak pernah lelah untuk mengoreksi diri atas ke-tidak faham-annya terhadap ilmu pengetahuan. Dia tidak malu bertanya kepada yang lebih ahli dibidangnya demi kefahaman ilmunya sampai apa yang dicari mampu difahami luar dalam, teori-praktek, tekstual-kontekstual.
Adapun level terbawah dari bentuk piramida dan memiliki ruang yang paling luas adalah FAHAM. Inilah tipe orang yang sudah mampu mengendapkan nafsu fujurnya, membeningkan mata hatinya dan menjernihkan fikirannya. Otaknya mampu tersambung dengan hatinya. Sehingga dari hatinya yang bersih akan menghasilkan tindakan yang terpuji. Akhlaqul karimah. Seorang yang senantiasa rendah hati karena merasa ilmunya semakin dangkal ketika dia mempelajarinya lebih dalam, orang yang merasa bodoh di hadapan Tuhannya yang menjadi sumber ilmu dari segala ilmu (Al-Alim), orang yang senantiasa mau menerima segala ilmu tanpa memandang siapa yang berkata tapi lebih pada apa yang dikatakannya. Ibarat padi, semakin menguning semakin menunduk.
Itu mengapa Rasulullah Muhammad SAW sendiri ketika akan menerima wahyu pertama kali bertutur kata kepada Jibril, "Ma'ana bil qorii" (Saya tidak dapat membaca). Inilah bentuk kesadaran beliau karena kerendahan hati beliau dihadapan Allah SWT. Ucapan ini sampai diulangi sebanyak tiga kali dan setiap kali Rasulullah SAW mengucapkan kalimat tersendiri, malaikat Jibril memeluknya. Baru di pelukkan ketiga inilah hati beliau merasa tenang dan mampu menerima wahyu pertama IQRA. Dan beliau paham wahyu pertama itu baik tekstual maupun kontekstualnya.
Mengerti VS Faham
Secara umum, sda kesalah-kaprahan selama ini mengenai makna kata mengerti dan faham. Banyak yang berpendapat bahwa antara kata mengerti dan faham memiliki makna yang sama, padahal hakikatnya berbeda. Perbedaan antara kata mengerti dan faham terletak pada posisinya.
Kata mengerti hanya berada pada wilayah fikiran manusia saja, contohnya anda belajar tentang matematika maka ketika anda mengerti berati apa yang diajarkan seorang guru matematika kepada anda penggunaanya hanya dengan otak dan alam bawah sadar manusia dalam mensugesti suatu keadaan agar bagaimana caranya hal tersebut bisa di cerna dalam otak. Sementara kata memahami adalah bahasa yang penggunaannya lebih menggunakan perasaan dan kepekaan. Ambil contoh pasangan suami istri, mereka yang dapat memahami satu sama lain dalam arti kata lebih menggunakan perasaannya sebagai alasan.Jadi mengerti itu belum tentu memahami, akan tetapi memahami sudah pasti mengerti. Karena dari fikiran akan di transfer ke hati dalam bentuk emosi, yang di olah oleh hati menjadi perasaan, perasaan untuk mengerti keadaan.
Dalam sisi agama kefahaman itu identik dengan bahasa qalam, yaitu bahasa yang tanpa kalimat, tanpa kata, tanpa huruf, tanpa angka dan tanpa warna, namun apa yang ada dalam bahasa qalam itu dapat difahami secara utuh baik tekstualnya maupun kontekstualnya. Bahasa ini biasanya turun (difahami) oleh hati (dada). Itu lah cara Allah SWT menurun wahyu kepada Rasulullah Muhammad SAW agar faham Al-Qur'an, sebagaimana firman Nya, "Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu (membaca Al-Qur'an) karena hendak cepat-cepat (menguasainya). Sesungguhnya Kami yang akan mengumpulkannya (didadamu) dan membacakanya. Apabila kamu telah selesai membacakanya, maka ikutilah bacaan itu. Kemudian sesungguhnya Kami yang akan menjelaskannya" (QS. Al-Qiyamah 75:16-19).
Itu mengapa Al-Quran berfungsi sebagai pelita hati, bukan pelita pikir. Jadi segala perbuatan kita berangkatnya dari hati. Seberapa bersih atau kotornya hati kita tercermin dari perbuatan dan tutur kata kita. Otak/fikiran memiliki syaraf sensorik. Apa yang kita lihat, dengar, dan rasa akan ditransfer ke dalam hati. Apa yang diolah dalam hati inilah yang kemudian ditransfer ke otak untuk memerintahkan syaraf motorik untuk menggerakkan anggota tubuh dan panca indera kita.
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika segumpal daging itu baik, maka akan baik seluruh tubuh manusia, dan jika segumpal daging itu buruk, maka akan buruk seluruh tubuh manusia, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati manusia.” (HR. Bukhari dan Muslim)
*Dosen STAIN Kudus