Loading...

Link & Aplikasi

    

MENANAM NIAT, MERAWAT IKHTIAR, MENUAI IMPIAN Oleh : Iwan Fahri Cahyadi

MENANAM NIAT, MERAWAT IKHTIAR, MENUAI IMPIAN
Oleh : Iwan Fahri Cahyadi*

Pernahkah dalam hidup anda selama ini meluangkan waktu barang sejenak berkontemplasi tentang masa lalu yang pernah anda jalani, masa sekarang yang tengah anda tempuh dan masa depan yang akan anda temui?  sudahkah anda melakukan introspeksi diri tentang hal-hal yang selama ini membuat hidup anda tidak seperti apa yang anda impikan dan mencoba memperbaiki langkah-langkah hidup anda ke depan? Akankah anda belajar tentang sesuatu yang terjadi di sekitar anda untuk dijadikan bahan pembelajaran dan mengambil hikmah dari suatu peristiwa tersebut?

Allah SWT memberikan pengajaran kepada makhluk Nya melalui ayat-ayat kauliyah (Al-Qur'an) dan kauniyah (yang terbentang di alam semesta). Banyak pelajaran dan ilmu pengetahuan yang bisa kita petik dari apa yang terjadi di sekitar kita kalau saja kita mau dan mampu mengeksplorasinya. Itu mengapa Allah SWT memberikan akal dan pikiran agar supaya kita mampu menangkap sinyal sinyal pengajaran Nya. Itu mengapa ayat yang turun pertama kali adalah IQRA' (bacalah).

Perintah membaca ini tidak semata-mata tertuju pada ayat kauliyah saja tetapi juga ayat kauniyah. Ambillah contoh apa yang sering terjadi di sekitar kita namun jarang kita mengambil hikmahnya. Padahal ilmu ini gratis tanpa mengeluarkan uang sepersen pun. Perhatikan saja hal yang kecil seperti bagaimana ulat bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang cantik. Sebelum ulat bermetamorfosa dirinya akan membekali dirinya dengan makan sebanyak mungkin sebagai bekal berproses menjadi kepompong. Diperlukan berhari-hari kepompong ini untuk tidak makan (puasa) untuk berproses mengolah diri menjelma menjadi kupu kupu yang cantik.

Dari sini dapat kita petik pelajaran. Tidak ada hasil tanpa adanya proses. Tiada output tanpa adanya input. Tidak ada kesuksesan tanpa adanya perjuangan. Ketika berposisi sebagai ulat, makhluk ini membekali dengan niat untuk berproses. Saat menjadi kepompong ini bentuk perjuangan atau ikhtiar dan menjadi kupu-kupu yang cantik adalah hasil dari niat yang benar dan ikhtiar yang kukuh.

Sebagai manusia pun hendaknya kita mampu mengambil hikmah dari sang ulat itu. Sudah benarkah niat kita dalam menjalani hidup ini sebagai bentuk pedoman untuk melangkah. Niatkan apapun yang anda kerjakan sebagai bentuk ibadah ke Allah SWT sehingga hidup anda berkah. Untuk merealisasikan niat anda maka perlu ikhtiar yang dibangun dengan empat pilar yaitu sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah. Jangan pantang menyerah ketika menghadapi masalah, cobaan dan rintangan. Ini semua sebagai tempaan agar anda semakin kuat, naik maqamnya. Hingga suatu saat hasil kerja keras anda akan menuai impian atau cita cita yang selama ini anda idam-idamkan.

Hidup itu tidak instan, baik urusan ibadah (ketauhidan) dan kehidupan dunia. Semua perlu proses. Untuk urusan ibadah coba perhatikan apa yang di lakukan para nabi dalam berproses. Ambil contoh ketiga nabi bagaimana mereka "mencari" Allah seperti diterangkan dalam Al-Qur'an.

a. Nabi Ibrahim AS

Seperti sering kita dengar dalam tausyiah atau saat membaca Al-Qur’an bahwa perjalanan spiritual nabiyullah Ibrahim AS untuk “mencari” Allah SWT mendapat tentangan dari berbagai pihak, baik itu dari raja Namrud, masyarakat, maupun dari bapaknya.  Sikap Ibrahim AS yang tegas menentang penyembahan berhala mendapat reaksi keras sehingga beliau di usir dari tanah kelahirannya.

Pengusiran inilah yang menjadi titik awal Ibrahim AS dalam berma’rifatullah. Dalam perjalanannya yang tanpa tujuan tersebut, justru kesadaran beliau tumbuh untuk mencari Tuhannya manusia. Ketika beliau melihat matahari, bintang, atau bulan yang dikiranya Tuhan, namun seiring dengan tumbuhnya kesadaran beliau maka yang terjadi kemudian adalah menafikkan semua itu karena benda-benda langit timbul dan tenggelam sesuai dengan peredaran waktu. Jadi sifatnya tidak kekal (QS. Al-An’aam 6:75-77)

Dalam kelelahan dan keterputus-asaan dalam mencari Allah SWT, kemudian beliau memutuskan beristirahat (bertahanut dan berdzikir) di atas bukit. Inilah cara jihad nabi Ibrahim AS untuk melawan hawa nafsu (jihaddul akbar). Tidak berapa lama kemudian turunlah perintah dari Allah SWT kepada beliau agar menghadapkan “dirinya” dengan lurus (hanif) kepada “wajah” Allah SWT  sebagaimana diabadikan dalam Al-Qur’an.

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.(QS. Al-An’aam 6:79)

Ketika beliau berdiam diri menghadapkan dirinya kepada Allah SWT secara hanif (lurus dan tidak syirik) dan atas bimbingan-Nya, maka beliau baru dapat berma’rifatullah.

b. Nabi Musa AS

Hal yang dilakukan nabi Musa AS, tidak berbeda jauh dengan apa yang dikerjakan nabi Ibrahim AS. Ketika Musa AS berkeinginan "bertemu" dengan Tuhannya untuk membuktikan bahwa  Allah SWT itu Maha Ada, maka beliau bertahanut dan berpuasa selama 30 hari di bukit Tursina atas perintah Allah SWT. Di hari yang ke-30, Allah SWT memerintah Musa AS melihat “wujud” Tuhan di bukit tersebut. Tetapi apa yang terjadi? Bukit itu luluh lantak dan Musa AS pingsan. Ketika beliau siuman dari pingsannya, maka pertama-tama yang terucap dari bibir dan hatinya adalah pengakuan iman.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau." Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku." Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman (mukmin)."( QS. Al-A’raaf 7:143).

c. Rasulullah Muhammad SAW

Demikian pula yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW untuk "berjumpa" dengan Allah SWT dengan menyempatkan diri beberapa waktu untuk bertahanut/bertafakur di gua hira’ di setiap tahunnya. Setelah beberapa tahun menjalaninya, barulah beliau mendapat wahyu pertama yaitu Surat Al-Alaq 96:1-5 di gua Hira.

Coba perhatikan ketiga contoh di atas, untuk meraih iman pun para nabi berproses sebelum mereguk nikmatnya iman.

Dalam urusan kehidupan dunia pun demikian. Ketika kita ingin meraih sukses harus ada proses, laku, perjuangan dan ikhtiar sebagai realisasi niat. Apapun profesinya. Apakah itu dokter, pengusaha, karyawan, pedagang, petani, dosen, mahasiswa dan lainnya, semua perlu proses untuk meraih kesuksesan hidupnya. Ambillah contoh seorang petani. Saat akan menanam padi diniatkan untuk beribadah menjemput rejeki yang barokah untuk bekal ibadah dalam kehidupan dan keluarganya. Sebagai bentuk ikhtiar, Sang petani setiap pagi pergi ke sawah,  membajak tanah, mengairi sawahnya, memberikan pupuk agar padinya tumbuh subur, menyiangi dari gangguan tanaman liar, memberikan insektisida dan pestisida untuk melindungi dari hama dan penyakit, menjaga padinya dari binatang perusak, berkonsultasi dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) pertanian,  dan semuanya dilakukan dengan sabar, ikhlas, tawakal dan istiqomah hingga masa panen datang. Padi yang berkualitas, kuantitas bulir yang melimpah dan harga yang kompetitif adalah impian yang diidam-idamkan oleh sang petani.

Dari apa yang dilakukan oleh sang petani kita juga dapat mengambil pelajaran yaitu bagaimana kita mengelola waktu, menentukan skala prioritas, pekerjaan di lakukan tahap demi tahap, menambah ilmu pengetahuan, rasa syukur, dan semua yang dilakukan didasari dengan penuh rasa cinta akan profesinya.

Jadi apa yang kita perjuangankan dengan niat yang sungguh-sungguh pastilah kesuksesan yang kita raih. Sebaliknya, ketika niat kita sudah tidak benar, berikhtiar setengah hati maka hasilnya tidak maksimal atau bahkan mengalami kegagalan.

‘Bekerjalah engkau untuk kepentingan duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok’.

*(Dosen STAIN Kudus)

Share this Post: