Apa Arti IPK Bagiku? Oleh : Didi Nur Jamaludin
Dalam beberapa pekan terakhir yudisium nilai-nilai mata kuliah telah diumumkan. Beberapa mahasiswa mungkin ada yang penasaran sekaligus disertai perasaan dag-dig-dug dalam melihat hasil yudisium, mahasiswa tersebut biasanya memiliki harapan yang cukup tinggi terhadap penilaian tiap mata kuliah, sehingga memiliki kekhawatiran mana kala nilainya kurang baik karena malu sama orangtua, teman atau yang lainnya. Mungkin juga ada beberapa mahasiswa yang merasa biasa aja dalam melihat hasil yudisium, tidak terlalu menjadi persoalan nilainya baik maupun kurang baik, baginya hidup dibuat enjoy saja.
Sudah menjadi keniscayaan, ada yang merasa puas dan ada pula yang kurang puas terhadap hasil penilaian yang telah diberikan dosen. Beberapa mahasiswa yang kurang puas terhadap penilaian, kemudian mengklarifikasi nilai kepada dosen yang bersangkutan, hal ini tentu sah-sah saja karena penilaian memiliki prinsip adil, terbuka (transparan) dan objektif. Lain cerita jika berharap nilai B yang diperoleh justru A, yang demikian nampaknya tidak akan melakukan klarifikasi.
Indeks Prestasi Komulatif (IPK) merupakan bagian indikator ukuran penilaian dengan skala 1-4 yang disimbolkan dengan huruf A, B, C, D dan E. Bagi sebagian mahasiswa penilaian tersebut menjadi hal baru, dalam memperoleh nilai pada setiap semester dibandingkan saat MA/SMA/SMK, apalagi hasil yudisium dapat diakses secara on-line, lalu apa arti IPK yang kita peroleh?
Pertama, penilaian atas pembelajaran (assessment of learning) yakni nilai-nilai yang muncul dalam IPK merupakan hasil yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan, jika nilainya A maka bagi mahasiswa baru angkatan 2016 maka nilai A diasumsikan memiliki nilai lebih dari 90 atau jika dibuat persentasi telah memenuhi lebih dari 90% kompetensi mata kuliah yang diujikan. Jika nilainya D maka nilai total kesuluruhan yang diperoleh dibawah 56. Penilaian tersebut dapat diperoleh dari hasil konversi nilai dari 0 s.d 100.
Kedua, penilaian untuk pembelajaran (assessment for learning) yakni pada point ini cukup penting untuk dimaknai menjadi bahan penilaian diri (self assessment), mengapa saya memperoleh A, B, C, atau bahkan D dan E. Jika ada kesenjangan harapan dengan kenyataan seperti berharap nilainya A namun ternyata nilai yang diperoleh B atau bahkan C. Penilaian diri berikutnya, mengapa saya memperoleh nilai B maupun C?, apakah belajarnya sudah optimal?, apakah sudah fokus saat mengikuti perkuliahan?, apakah sudah sesuai dengan kontrak penilaian perkuliahan?.
Tentu yang menjadi refleksi juga sejauhmana pemahaman mata kuliah yang telah dimiliki apakah sudah optimal atau masih kurang optimal, mungkin banyak kesalahan konsep yang menjadikan penilaian tidak maksimal. Pemahaman terhadap pengetahuan menjadi hal sangat penting, karena juga selaras dengan doa spiritual kita yakni robbi zidni ilma warjuqni fahma.
Perolehan nilai pada setiap mata kuliah sesungguhnya tidak hanya pada simbol A, B, C, D atau E melainkan sejauh mana arti setiap mata kuliah dalam menambah pengetahuan, ketrampilan dan mempengaruhi sikap menjadi lebih baik. Apa artinya jika kita mendapatkan mata kuliah A, akan tetapi minim ketrampilan dan sikap sosialnya yang tidak baik.
Ketiga, IPK sebagai simbol perolehan pengetahuaan, ketrampilan bahkan sikap. Perolehan skor IPK seyogyanya mencerminkan pengetahuan/ketrampilan/sikap yang telah dimiliki. Jika seorang calon guru memiliki IPK 3,70 tentu akan memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam mengajar yang berbeda dengan IPK 3,00. Maka dalam hal ini perolehan IPK sesungguhnya memiliki tanggungjawab moril, jika telah memperoleh IPK tinggi maka pantaskan diri Anda bahwa selaras dengan pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang telah dimiliki. Oleh karena itu nampaknya menjadi kurang tepat jika memiliki asumsi karena saya selalu hadir di kelas ataupun selalu bertanya maka nilai yang pantas minimal B tanpa memperhatikan sejauhmana pemahaman yang dimilikinya.
Keempat, IPK sebagai pintu awal dalam memasuki dunia kerja. Beberapa perusahaan ataupun instansi seringkali memberikan syarat kepada calon pegawai untuk memenuhi standar administrasi minimal, misalnya untuk menjadi syarat pegawai perusahan mauapun pemerintahan maka seseorang harus memiliki IPK menimal 2,75 maka secara otomotis jika IPK dibawah 2,75 maka secara administrasi tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Tentu kita akui orang sukses tidak selamanya ditentukan dari IPK, namun ada nasihat bijak mengatakan IPK bukan segala-galanya namun semuanya bisa jadi berawal dari IPK.
Kelima, menilai keunggulan dan mutu kompetensi lulusan. Untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang unggul seperti halnya profil lulusan STAIN Kudus yang bermutu dan bermanfaat, maka indeks prestasi mahasiswa menjadi ukuran. Oleh karena itu mahasiswa dengan nilai D atau E diharapkan memperbaiki pada semester berikutnya, merupakan upaya kontrol kualitas lulusan agar dipastikan dapat bermutu dan unggul. Hal tersebut sebagai upaya mencetak lulusan yang profesional dan kompetitif, jika mereka dari program studi ekonomi syariah maka diharapkan menjadi ekonom syariah yang profesional, jika mereka dari program pendidikan guru PAI maka diharapkan menjadi guru yang profesional. Jika mereka dari program akhlak dan tasawuf maka diharapkan menjadi lulusan yang profesional yang dapat menjadi tauladan dan membimbing masyarakat dengan baik. Jika mereka dari program bimbingan dan konseling Islam maka dapat menjadi seorang konselor yang profesional dan Islami yang menawarkan solusi yang bijaksana.
Oleh karena itu, hasil indeks prestasi komulatif (IPK) tidak hanya dianggap sebagai hasil pembelajaran selama satu semester melainkan juga sebagai penilaian untuk pembelajaran yakni informasi untuk memperbaiki diri dalam hal pemahaman pengetahuan, peningkatan ketrampilan yang kurang dan perbaikan sikap lebih positif, lebih dari itu IPK menjadi bagian salah satu indikator insan perguruan tinggi yang kamil. Berapapun hasil IPK Anda selamat menikmati liburan kuliah dan terus memperbaiki pada semester berikutnya.
* Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Kudus.